Recent Posts

-

Selasa, 04 September 2012

Tafsir di masa Tabi'in dan Tadwin







      Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang

Perbedaan semua hala yang terjadi di masa sekarang dengan masa yang lalu. Dalam hal tafsir kita juga harus mengerti tafsir-tafsir di masa Nabi Muhammad dan setelahnya. Di karenakan di masa lalu itu biasanya menjadi pedoman dan acuan untuk masa sekarang ini. Tafsir penting Karena untuk alat mengambil inti sari dan maksud dari dalam AL-quran. Di mana bahasa Al-quran itu tidak bisa dengan perkiraan bahasa lain, karena jika kita salah artikan bisa-bisa semua hukum yang di ambil salah dan bisa keluar dari jalan kaidah Islam.

Kita juga harus mengetahui tafsiran tafsiran yang ada pada zaman—zaman sesudah Nabi Muhammad SAW dan ciri-ciri yang tampak dalam masa-masa tertentu.

B. Tujuan Penulis

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mencari tahu tentang tafsir di masa-masa sesudah Nabi Muhammad dan para Sahabat ,untuk menambah pengetahuan kita akan sejarah tafsir yang sudah samapai pada jaman modern seperti sekarang, dan juga sebagai bahan materi memperluas wawasan pengetahuan kita dalam studi agama islam baik bagi penulis maupun pembaca.



Bab II Tafsir Pada Masa Tabi’in

Setelah meninggalnya Rasulullah yang kemudian perpindah kepemimpinan diserahkan kepada Khalifah rasydhin menjadikan daerah kekuasa Islam meluas sehingga memaksa para Sahabat berhijrah guna mengajarkan hakikat Islam yang sebenar-benarnya kepada masyarakat luas. Maka di sini kita akan mendapatkan Madrasah, Sekolah serta Mazhab-Mazhab yang mengkaji Islam secara luas yang dibawahi oleh para Sahabat sehingga menjadi landasan terbentukya para Tabiin yang paham akan ayat-ayat Al-qur’an dengan bimbingan serta arahan para Sahabat Rasulallah. Selain itu kita juga akan mendapatkan Madrasah yang terkenal yang mengkaji Al-qur’an pada waktu itu seperti :

Madrasah tafsir di Mekah yang dikepalai oleh Abdullah bin Abbas. 
Imam Suyuthy mengutip pendapat Ibnu Taimiyah, bahwa berkata: "Orang yang paling pandai tentang tafsir adalah orang-orang Makkah yaitu Abdullah bin Abbas".yang telah membentuk seorang Tabi’in yang handal dalam masalah tafsir seperti:, Mujahid bin Jabar, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Thawus bin Kaisan Al- Yamany, dan Atha bin Aby Rabbah, Said Bin Juber 


Di bawah ini kami tuliskan otobiografi ringkas tentang kehidupan ulama-ulama tadi.

A. Mujahid bin Jabar

Mujahid dilahirkan pada tahun 21 Hijrah dan meninggal pada tahun 103 Hijrah. Nama lengkapnya Mujahid bin Jabar yang bergelar Abu Hajjaj Al-Makky. Ia seorang ulama yang terkenal dalam tafsir. Adz-Dzahaby mengatakan: "Ia adalah guru ahli baca Al-Qur'an dan ahli tafsir yang tidak diragukan. Ia mengambil tafsir qur'an dari Ibnu Abbas". Ia salah seorang murid Ibnu Abbas yang paling hebat dan yang paling dipercaya untuk meriwayatkan tafsir. Oleh karenanya, Imam Bukhari banyak berpegang pada tafsirnya, sebagaimana halnya ahli-ahli tafsir yang lain, mereka juga banyak berpegang atas riwayatnya. Ia sering mengadakan perjalanan kemudian menetap di Kufah. Bila ada hal yang mengagumkan dia, maka ia pergi dan menyelidikinya.

Mujahid belajar Tafsir Kitabullah Al-Qur'an dari gurunya, Ibnu Abbas dengan cara membacakannya pada Ibnu Abbas dengan penuh pemahaman, penghayatan dan penelitian pada setiap ayat Al-Qur'an, kemudian Mujahid menanyakan artinya dan penjelasan rahasia-rahasianya.

Imam Al-Fudhail bin Maimun meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia berkata: "Aku pernah menyodorkan Al-Qur'an kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali, dimana pada setiap ayat aku berhenti sambil menanyakan: "Dalam hal apa ayat itu diturunkan dan bagaimana ayat tersebut diturunkan?"

Pertanyaan yang diajukan Mujahid kepada gurunya itu semata-mata hanya untuk minta penjelasan Al-Qur'an, mengetahui rahasia-rahasianya dan memahami hikmah-hikmah serta hukum-hukumnya. Sehubungan dengan itu Imam Nawawi berkata: "Apabila datang kepadamu tafsir dari Mujahid maka cukuplah untukmu". Artinya tafsir itu sudah cukup, tidak perlu lagi tafsir yang lain apabila perawinya Imam Mujahid.

B. Atha bin Aby Rabbah

Ia dilahirkan pada tahun 27 Hijrah dan wafat pada tahun 114 Hijrah. Ia hidup di Makkah sebagai ahli fatwa dan ahli hadits bagi penduduknya. Ia seorang Tabi'in yang tergolong tokoh-tokoh ahli fiqh. Ia sangat percaya dan mantap kepada riwayat Ibnu Abbas.

Imam besar Abu Hanifah An-Nu'man berkata: "Aku belum pernah jumpa dengan seorang yang lebih utama daripada Imam 'Atha' bin Aby Rabbah". Qatadah mengatakan: "Tabi'in yang paling pandai itu ada empat, yaitu: 'Atha' bin Aby Rabbah seorang yang paling pandai tentang manasik, Sa'id bin Jubair orang yang paling pandai tentang tafsir dan seterusnya", Ia meninggal dunia di kota Makkah dan dikebumikan juga di kota itu dalam usia 47 tahun.


C. Ikrimah Maula Ibnu Abbas

Ia lahir pada tahun 25 Hijrah dan wafat pada tahun 105 Hijrah. Imam Syafi'i pernah mengatakan tentang dia: "Tidak ada seorangpun yang lebih pintar perihal Kitabullah daripada Ikrimah", ia adalah maula (hamba) Ibnu Abbas r.a. ia menerima ilmunya langsung dari Ibnu Abbas, begitu juga Al-Qur'an dan Sunnah", ia mengatakan: "Aku telah menafsirkan isi lembaran-lembaran mushhaf dan segala sesuatu yang aku bicarakan tentang Al-Qur'an, semuanya dari Ibnu Abbas".
Tentang otobiografinya dalam kitab Al-I'lam disebutkan sebagai berikut: "Ikrimah bin Abdullah Al-Barbary Al-Madany, Abu Abdillah seorang hamba Abdul1ah bin Abbas, adalah Tabi'in yang paling pandai tentang tafsir dan kisah-kisah peperangan, ia sering merantau ke negara-negara luar. Diantara tiga ratus orang yang meriwayatkan tafsir daripadanya tujuh puluh lebih adalah golongan tabi'in. Ia pernah juga ke Maghrib untuk mengambil ilmu dari penduduknya kemudian ia kembali ke Madinah Al-Munawwarah. Setelab ia kembali di Madinah ia dicari Amirnya, tetapi ia menghilang sampai mati.
Kewafatannya di kota Madinah bersamaan dengan kewafatan seorang penyair tenar Kutsayyir Azzah dalam hari yang sama, sehingga dikatakan orang: "Seorang ilmiawan dan seorang penyair meninggal dunia".

D. Thawus bin Kaisan Al-Yamany

Ia dilahirkan pada tahun 33 Hijrah dan wafat pada tahun 106 Hijrah, ia terkenal sebagai penafsir Al-Qur'an. Kemahirannya menunjukkan tentang hafalan, kecerdasan, dan ketakwaannya serta jauh dari keduniawian, dan ahli islah, ia menjumpai sekitar lima puluh orang sahabat. Banyak orang-orang yang menerima ilmu pengetahuan daripadanya, ia seorang ahli ibadah serta tidak terpengaruh pada dunia. Dituturkan orang ia menunaikan ibadah haji di tanah haram sebanyak empat puluh kali. Kalau ia berdo'a selalu dikabul, sehingga Ibnu Abbas pernah berkata: "Aku menduga Thawus adalah ahli surga".

Dalam kitab Al-I'lam disebutkan tentang otobiografinya sebagai berikut: "Thawus bin Kaisan Al-Khulany Al-Hamdany Abu Abdirrahman adalah tergolong Tabi'in yang sangat besar tentang pengetahuan agamanya, riwayat haditsnya, kesederhanaan hidupnya dan keberaniannya memberi nasihat kepada khalifah-khalifah dan raja-raja. Beliau berasal dari Persia sedang tempat kelahiran dan kedewasannya adalah Yaman. Ia wafat pada waktu menjalankan ibadah haji di Muzdalifah, yang ketika itu seorang hhalifah Hisyam bin Abdul Malik sedang menunaikan haji juga, lalu beliau menyembahyangkannya.

Ia enggan mendekati Raja-raja dan Amir-amir, Ibnu Taimiyah mengatakan: "Orang yang selalu menjauhi Sultan itu ada tiga yaitu, Abu Dzar, Thawus dan Ats-Tsaury". 

Sedangkan Madrasah tafsir di Madinah dikepalai oleh Abi Bin kab yang mempunyai murid: Zaid bin Aslam, Abu Aliyah dan Muhammad bin Kab Qurjiy mereka yang langsung mengambil ilmu tafsir dari Abi.


Adapun Madrasah tafsir yang terletak di Irak dikepalai oleh Abdullah bin Mas’ud yang banyak menggunakan tafsir dengan ra’yu dan ijtihad dalam metode menafsirkan al-qur’an sehingga menjadikan mereka ahli ra’yu dan ijtihad, adapun murid-murid beliau;


Alqomah bin Kues, Masruk, Al- Aswad bin Yazid, Murotul Hamdani, Amiru Syaby, Al- Hasan Al- Basory, Qotadah
NILAI TAFSIR MA’TSUR TABI’IN.


Setelah kita membahas Madrasah tafsir dan orang-orang yang berkecimbung di bidang tersebbut sekarang kita beranjak kepada nilai tafsir ma’sur dari Tabi’in menurut kaca mata ulama Islam’’ para ulama banyak berbeda pendapat dalam menyikapi tafsir Tabi’in yang perkataan mereka tidak dilandasi dengan hadist dari Rasulallah ataupun Sahabat.


Maka disini Imam Ahmad memberiskan dua gambaran yang pertama “menerima dan yang kedua “menolak tafsir Tabi’in menurut Ibnu Aqil yang diceritakan dari Sa’bah dengan dalil” 



1. Bahwa Tabiin tidak mendengar dari Rasulallah maka tidak mungkin dapat disamakan tafsir mereka dengan tafsirntya sahabat yang mendengar Rasulallah secara langsung.



2. Mereka tidak menyaksikan secara langsung pembacaan dan keberadaan turunya Al-qur’an maka bisa saja pendapat mereka salah dalam memahami maksud Al qur’an dan menyangka yang bukan dari dalilnya menjadikan dalilnya. Maka dari sini tafsir Tabiin tidak bisa dijadikan nas yang qat’i kebenarannya, berbedah dengan penafsiran Sahabat. Sebagaimana yang dinukilkan oleh Abu Hanifah” Apa-apa yang datang dari Rasulallah maka aku tunduk dan patuh terhadapnya, dan apa-apa yang datang dari Sahabat maka kita bisa memilihnya, dan apa-apa yang datang darI Tabiin mereka adalah lelaki dan kita juga lelaki. 


Namun demikian, ada juga sebagian ulama yang mengambil serta menjadikan perkataan Tabiin sebagai salah satu dalil dalam tafsir mereka dengan alas an, karena sebagian besar para Tabiin belajar tafsir dari Sahabat seperti” Mujahid, Said bin Juber beliau belajar tafsir dengan ahlinya pada jaman Sahabat yaitu Abdullah bin Abbas.


Sedangkan menurut Ustadz Az-Zarqany dalam kitabnya Manahilul Irfan menyebutkan dengan kata-kata yang begitu baik tentang tafsir dengan ma'tsur setelah beliau mengemukakan kutipan dari Imam Ahmad ra., dan Ibnu Taimiyah. Beliau berkata: "Pendapat yang paling adil dalam hal ini ialah bahwa tafsir dengan ma'tsur itu ada dua macam: 
Pertama: Tafsir yang dalil-dalilnya memenuhi persyaratan shahih dan diterima. Tafsir yang demikian tidak layak untuk ditolak oleh siapapun, tidaklah dibenarkan untuk mengabaikan dan melupakannya. Tidak benar kalau dikatakan bahwa tafsir yang demikian itu tidak bisa dipakai untuk memahami Al-Qur'an bahkan kebalikannya, tafsir tersebut adalah sarana yang kuat untuk mengambil petunjuk dari Al-Qur'an. 




Kedua: Tafsir yang dalil sumbernya tidak shahih karena beberapa faktor maka tafsir yang demikian harus ditolak dan tidak boleh diterima serta tidak patut untuk dipelajari (ditekuni). Kebanyakan ahli tafsir yang waspada seperti Ibnu Katsir selalu meneliti/memperhatikan sampai dimana kebenarannya yang mereka kutip dan kemudian membuangnya yang tidak benar atau dha'if.


Sedangkan menurut Ustadz Muhammad Husen Adzhabi” Bahwasanya perkataan Tabiin didalam tafsir tidak wajib untuk diambil manjadi dalil, kecuali apabila tidak ada bidang ra’yu didalamnya, maka kita boleh mengambilnya menjadi sebuah dalil jikalau tidak ada keraguan didalamnya, namun apabila terdapat keraguan didalamnya seperti mereka mengambil dari Ahli kitab, maka hal tersebut kita tinggalkan dan jangan menyandarkan diri padanya, namun apabila hal tersebut keputusan hasil musyawarahnya para Tabiin dengan menggunakan ra’yu mereka, maka wajib bagi kita untuk menjadikannya dalil dan jangan menyandarkan pendapat kita kepada yang lain. 

KARAKTERISTIK TAFSIR DIMASA TABIIN.

1. Terkontiminasinya tafsir dimasa ini, dengan masuknya Israiliat dan Nasraniyat, yang bertentangan dengan 'aqidah Islamiyah. Yang dibawa masuk ke dalam kalangan umat Islam dari kelompok Islam yang dahulunya Ahli kitab seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab Ahbar, Abdul Malik bin Abdul Ajiz ibnu Jariz.


2. Tafsir pada jaman dahulu senantiasa terpelihara dengan metode talaki dan riwayat akan tetapi pada jaman Tabi’in metode dalam periwayatannya dengan metode globalsehingga tidak sama aseperti dijaman Rasulallah dan Sahabat. 



3. Munculnya benih-benih perbedaan mazhab pada masa ini, sehingga implikasi sebagian tafsir digunakan untuk keperluan mazhab mereka masing-masing.sehingga tidak diragukan lagi ini akan membawa dampak bagi tafsir itu sendiri.seperti Hasan Al-basari 
telah menafsirkan Al-qur’an dengan menetapkan qadar dan mengkafirkan orang yang mendustainya. 



4. Banyaknya perbedaan pendapat dikalangan para Tabiin didalam masalah tafsir.walaupun terdapat pula dijaman sahabat namun tidak begitu banyak seperti dijaman Tabi’in














Bab III Tafsir di Masa Tadwin






Penafsiran pada masa Tadwin di bagi menjadi 5 tahapan, yaitu :






1. Tahap Pertama


Tahap ini adalah tafsir pada masa Dinasti Umayyah. Tafsir masih belum di bukukan secara sistematis, yaitu di susun secara berurutan ayat demi ayat dan surah demi surah dari awal Al Quran sampai saat ini. Tetapi hanya merupakan usaha sampingan dari para ulama dalam rangka mengumpulkan hadis-hadis yang tersebar diberbagai daerah. Karena pada waktu itu, para ulama lebih memprioritaskan terhadap hadis, sehingga tafsir hanya merupakan salah satu bab dari sekian banyak bab yang di cakupnya, dan tafsir tersebut di bukukan dalam bentuk bagian dari pebukukan hadis.


2. Tahap kedua






Al Quran di tafsirkan secara sistematis, sesuai dengan tertib mushaf. Usaha ini mulai berlaku di akhir abad III Hijriyah dan berakhir pada awal abad V Hijriyah.


Dalam pengambilan riwayat, terkadang juga di sertai dengan adanya pentarjihan terhadap pendapat-pendapat yang di riwayatkan Dan memberikan kesimpulan sejumlah hokum serta menjelaskan kedudukan kata jika di perlukan. Sebagaimanayang di lakukan oleh At tabari dalam kitabnya Jamiul Bayan fi Tafsir-ilQuran.






3. Tahap Ketiga






Tahap ini adalah tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini tafsir mulai di bukukan dengan cara meringkas sanad dan hadis yang mengandung penafsiran dan menukil pendapat para ulama tanpa menyebutkan orangnya. Sehingga menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihat kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut. Hal itu menyebabkan mufassir berbeda pendapat yang tajam ketika menafsirkan ayat 7 dalam surah Al Fatihah hingga sepuluh pendapat , padahal para ulama tafsir sepakat bahwa maksud dari ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.






4. Tahap Keempat






Pembukuan tafsir banyak di warnai dengan buku-buku terjemahan dari luar Islam. Sehingga metode penafsiran bil ra’yi (dengan akal) lebih dominan di bandingkan dengan metode bin naqli (dengan periwayatan). Pada periode ini juga mulai terjadi spesilisasi tafsir menurut bidang keahlian para mufassir. Pakar fikih menafsirkan ayat Al Quran dari segi hukumnya seperti Al Qurtubi. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti Ats Tsa’labi, Al Khazin dan lain lain.






5. Tahap kelima






Tumbuhnya tafsir Maudhui yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai disiplin bidang keilmuan seperti yang di tulis oleh Ibnu Qoyyim dalam At Tibyan fi Aqsam-il Quran, Abu Ja’far An Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al Wahidi dengan Asbab-un Nuzul dan Al Jashsash dengan Ahkam-ul Quran.






Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Tafsir di masa Tabi'in dan Tadwin"

Posting Komentar